Bandung (IMN)
Penantian sembilan belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Itulah mengapa kembalinya Piala Thomas ke pangkuan Ibu Pertiwi terasa istimewa. Bukan saja karena sudah lama dinanti, tetapi juga karena piala itu sangat familiar bagi pecinta bulu tangkis Indonesia.
Bagaimana tidak, Indonesia sudah memenangi piala itu sejak 1958 hingga awal 2000-an, sejak masa Tan Joe Hock dan Ferry Sonneville hingga eranya Taufik Hidayat. Sepertinya, hampir tidak ada bintang bulu tangkis putra Indonesia yang tidak terlibat dalam kejuaraan tersebut.
Oleh karena itu, kemenangan Hendra Setiawan dan kawan-kawan di Aarhus Denmark pada Minggu malam, 17 Oktober 2021, seolah membangkitkan kembali kenangan sejumlah mantan pebulu tangkis nasional. Mereka serta merta menyampaikan ucapan selamat dan rasa gembiranya.
“Selamat buat Tim Thomas Indonesia juara,” kata peraih medali perak tunggal putra Olimpiade Sydney 2000, Hendrawan, melalui pesan singkat telepon seluler Minggu malam, sesaat setelah Tim Indonesia memastikan juara.
Hendrawan adalah salah satu pemain yang ikut menentukan kemenangan Tim Piala Thomas Indonesia pada 2002 yang sudah bertahun-tahun tinggal di Malaysia sebagai pelatih bulu tangkis di sana.
Dua mantan pebulu tangkis yang saat ini tinggal di Amerika Serikat, Tony Gunawan dan Halim Haryanto, juga menyatakan kegembiaraan mereka.
“Luar biasa. Big congratulation for Indonesia Team. After 19 years,” tulis Tony pada akun Instagramnya. Tulisan tersebut berlatar foto Piala Thomas dan angka 14 yang menunjukkan untuk ke-14 kalinya Indonesia menjuarai Piala Thomas, terbanyak dibandingkan dengan tim mana pun.
Adapun Halim yang juga pemain spesialis ganda menulis “Congratulations for Indonesia Thomas Cup Team for winning The Thomas Cup 2021” pada Instagram pribadinya. Tulisan tersebut berlatar foto Tim Indonesia juara Piala Thomas 2002 yang ada dia di dalamnya, dipadu foto Tim Thomas 2021.
Dua pemain yang turut memperkuat Tim Thomas 2002, Taufik Hidayat dan Candra Wijaya, juga kompak mengaku senang untuk sukses yang diraih tim putra Indonesia di Aarhus, Denmark itu.
“Senang dan banyak bersyukur, karena pada beberapa kesempatan terakhir sangat didambakan. Ini membuktikan bahwa bulu tangkis Indonesia tidak stuck. Terbukti hari ini meski banyak kendala,” ujar Candra melalui saluran telepon.
Candra bangga dan senang karena Indonesia bisa merebut kembali Piala Thomas setelah 19 tahun luput.
Taufik juga mengaku senang. Bahkan, kata dia, bukan hanya dunia bulu tangkis yang gembira tetapi masyarakat juga ikut merasakan kegembiraan itu.
“Pasti senang lah, dunia bulu tangkis, masyaraka juga,” kata Taufik yang pernah merasakan manisnya meraih gelar juara beregu itu.
Dia mengatakan sebenarnya pada beberapa penyelenggaraan sebelumnya Indonesia mempunyai kans untuk juara tetapi gagal.
Terakhir kali Tim Thomas Indonesia mencapai final adalah dalam kejuaraan dunia beregu putra 2010 dan 2016, namun keduanya berakhir dengan medali perak.
Karenanya Taufik menilai inilah saat yang tepat karena selain mempunyai tim yang kuat dengan pemain ganda terbaik di dunia, Skuad Merah Putih mempunyai pemain tunggal yang berpengalaman seperti Anthony Ginting dan Jonatan Christie.
“Vito (Shesar Hiren Rhustavito) juga bagus karena beberapa kali tampil pada partai penentuan, mentalnya bagus,” katanya memuji.
Ditambah lagi, lanjut juara Olimpiade Athena 2004 itu, Tim China kali ini tidak tampil dengan kekuatan penuh.
Tidak ada peraih medali emas Olimpiade Rio 2016 dan finalis Olimpiade Tokyo 2020 Chen Long dan tunggal putra peringkat 10 dunia Shi Yu Qi yang kemungkinan absen karena cedera pada pertandingan sebelumnya.
Dalam sektor ganda, China juga tidak menurunkan ganda peringkat empat dunia Li Jin Hui/Liu Yu Chen.
Namun bukan berarti mudah juga bagi Tim Indonesia meraih kemenangan. Meski skor yang diperoleh langsung 3-0, tapi dua laga di antaranya harus dilalui rubber game.
Ucapan selamat juga datang dari Presiden RI Joko Widodo.
“Dari tanah air saya menyampaikan selamat kepada seluruh atlet bulutangkis Indonesia dan para pelatih yang telah berjuang dan mengharumkan nama bangsa di Ceres Arena Aarhus Denmark,” tulis Presiden dalam Instagram resminya yang sudah dilihat lebih dari 3 juta kali.
Sebelum menjadi juara Piala Thomas 2021, Indonesia telah mengumpulkan 13 gelar yang sama. Koleksi terbanyak dibanding negara peserta lainnya.
Itulah mengapa Piala Thomas seperti sudah melekat dengan bulu tangkis Indonesia, dan sangat dirindukan kembalinya ke Tanah Air.
Padahal piala ini tidak memiliki kaitan sejarah dengan Indonesia.
Tidak seperti Piala Sudirman yang menggunakan nama tokoh bulu tangkis Indonesia, menurut laman Federasi Bulutangkis Dunia (BWF), nama Piala Thomas diberikan untuk menghormati Sir George Thomas, legenda pendiri dan Presiden Federasi Bulutangkis Internasional (IBF yang sekarang berubah menjadi BWF), yang menginginkan bulu tangkis mempunyai piala sejenis Piala Davis pada tenis, alias kejuaraan dunia beregu putra.
Meski demikian, Indonesia justru tercatat dalam sejarah panjang piala yang mulai diperebutkan pada 1949 itu, sebagai tim yang paling sering juara.
Merah Putih merajai kejuaraan dunia beregu putra itu antara 1958 hingga terakhir kali juara pada 2002.
Indonesia meraih gelar pertamanya pada 1958 diikuti dua edisi berikutnya. Setelah diselingi Malaysia pada 1967 (edisi ketujuh), Indonesia kembali juara pada empat edisi berikutnya secara beruntun dari 1970 hingga 1979.
Indonesia juara lagi pada 1984 sebelum China yang pertama kali juara pada 1982 dan muncul sebagai kekuatan baru dalam dunia bulu tangkis, meraih gelar lagi tiga kali berturut-turut pada 1986 hingga 1990.
Tim Indonesia kembali berkibar pada era 90-an, dengan meraih gelar lima kali secara beruntun sejak 1994 hingga 2002, sejak era Hariyanto Arbi hingga Taufik Hidayat, yang membuat Indonesia hingga saat ini menjadi negara pengumpul gelar juara Piala Thomas terbanyak (14 kali) diikuti China (10), dan Malaysia (5), ditambah Jepang dan Denmark masing-masing satu kali.
Kemenangan Anthony Sinisuka Ginting dan kawan-kawan di Ceres Arena, Aarhus, pada Minggu malam seakan mengukuhkan kembali dominasi Indonesia pada kejuaraan dunia beregu putra itu.
Sayang, kemenangan yang ditunggu-tunggu itu agak sedikit mengganjal dengan tidak berkibarnya Sang Merah Putih saat upacara pengalungan medali dan penyerahan piala.
Tidak seperti biasanya, saat lagu kenegaraan Indonesia Raya dikumandangkan, saat bersamaan dengan itu bendera negara Merah Putih seharusnya dikibarkan. Pada Piala Thomas 2020 ini hal itu tidak terjadi.
Alih-alih merah putih, bendera milik Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang dikibarkan.
Itu karena Indonesia sedang dikenai sanksi oleh Badan Anti Doping Dunia (WADA) karena dianggap tidak patuh, dan akibatnya bendera Merah Putih tidak boleh dikibarkan dalam setiap event olahraga regional dan internasional kecuali Olimpiade sampai batas waktu yang sudah ditentukan.
Mungkin penyelenggaraan Piala Thomas di Aarhus, Denmark, inilah ajang pertama diberlakukannya sanksi tersebut kepada Indonesia.
Cukup sedih sih enggak ada bendera Merah Putih. Mudah-mudahan masalah WADA cepat beres,” kata pemain ganda putra peringkat satu dunia Marcus Fernaldi Gideon melalui keterangan resmi PP PBSI.
Selain larangan pengibaran bendera, Indonesia juga tidak bisa menyelenggarakan event olahraga tingkat regional, kontinental dan internasional, padahal sudah ada beberapa agenda olahraga yang akan digelar di Tanah Air.
“Yang jelas semoga masalah ini cepat selesai karena kita berjuang buat Merah Putih. Apalagi di depan ada event besar seperti World Championship dan Asian Games, juga Thomas Cup tahun depan,” kata pemain ganda putra lainnya, Fajar Alfian.
(Sumber Inilahkoran.com)