Lampung (Humas), Intermedianews.co.id–Berpusat di Hotel Emersia Ruang Cristal Room 80 Orang Peserta dari angkatan 1 dan 2 mengikuti materi tentang Sketsa Kehidupan Keberagaman di Indonesia, Selasa 2 Agustus 2022.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag RI menyampaikan materi Sketsa Kehidupan Keberagaman di Indonesia.
Dalam penjelesannya Kapus mengajak Peserta Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama untuk terus memperkuat moderasi beragama, saling menjaga antar umat beragama, berbagai fenomena terkini dan isu-isu politisasi agama di masyarakat.
Ketika Moderasi Beragama digaungkan Kementerian Agama, di media sosial bermunculan stigma-stigma negatif tentang Moderasi Beragama, contoh tentang tulisan di Media ataupun Meme, mengatakan bila Tahlilan Bukan dari Ajaran Islam, ini adalah Moderasi Beragama wacana kerukunan yang menyesatkan umat. Lalu menulis statement bahwa Moderasi Beragama proyeksi melemahkan akidah Islam. Indonesia termasuk negara beragama, setidaknya hingga saat ini ada enam agama di Indonesia yang diakui dan sah secara hukum dianut atau dipeluk oleh masyarakat.
Keenam agama yang sah dan resmi, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Urgensi Moderasi Beragama menurut Kapus memiliki beberapa tantangan dan gerakan yakni diantaranya tantangan berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang mengesampingkan martabat kemanusiaan, jadi yang harus dilakukan, memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. Berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik.
Dengan begitu gerakan yang harus dilakukan, mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan.
Mengakhiri Paparannya Kapus menyampaikan “Ciri-ciri orang yang bermoderasi diantaranya
Orang yang tidak bersuhu Pendek dan
Tidak gampang terprofokasi. Beragamalah secara Substansi niscaya hati kita akan selapang Samudra.
Jangan beragama secara Simbolik karena hanya akan menimbulkan Konflik, jangan hanya bicara tentang ketuhanan namun lupa akan Kemanusiaan,” Pungkasnya (Fadilah)