JAKARTA, intermedianews.co.id— Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri TB. Chaerul Dwi Sapta mengatakan guna menjamin ketersediaan pelayanan dasar secara cukup dan berkesinambungan dengan kualitas yang memadai, cepat, mudah, terjangkau, terukur serta tepat sasaran, telah disusun Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.
“Peraturan tersebut menjadi tolak ukur dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai acuan dalam penilaian kualitas pelayanan atau kinerja pemerintah dan pemerintah daerah kepada masyarakat,” jelas Chaerul saat membuka rapat koordinasi pusat dan daerah dalam rangka asistensi dan supervisi penyusunan penghitungan kebutuhan penganggaran SPM bidang Trantibumlinmas, Selasa (28/5/2024) di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta.
Lebih lanjut, Chaerul mengatakan rencana pemenuhan pelayanan dasar ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah sebagai prioritas belanja daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Penjabaran lebih lanjut tentang penerapan standar minimal yang secara teknis memuat tentang mekanisme dan strategi penerapan SPM, mulai dari pengumpulan data, penghitungan pemenuhan kebutuhan dasar, perencanaan SPM, pelaksanaan SPM, dan pelaporan tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal,” terang Chaerul.
Pada dasarnya, kata Chaerul, Permendagri Nomor 59 Tahun 2021 merupakan alat bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pengampu SPM untuk menyusun dokumen perencanaan dan penganggaran daerah berbasis data.
“Data hasil penghitungan kebutuhan OPD SPM dalam melaksanakan kegiatan SPM di daerah merupakan bukti (evidence) kepada Bappeda dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) beserta anggota dewan bahwa penyusunan perencanaan dan penganggaran tidak berdasarkan perkiraan semata, namun berdasarkan penghitungan yang akurat dan valid,” imbuh Chaerul.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri, sebagian besar OPD pengampu SPM belum melaksanakan empat tahapan penerapan SPM sesuai dengan lampiran Permendagri Nomor 59 Tahun 2021.
Selain itu, masih banyak OPD pengampu SPM yang belum paham dalam menghitung Indeks Pencapaian SPM (IPSPM) berdasarkan hasil pengumpulan data, penghitungan, pengintegrasian dalam dokumen perencanaan dan penganggaran serta hasil pelaksanaannya ke dalam aplikasi E-SPM.
Chaerul menilai penyelenggaraan SPM di daerah yang telah diatur dalam berbagai regulasi yang berlaku, menyiratkan bahwa saat ini penerapan SPM bukan lagi tentang target kinerja atau bagaimana menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), melainkan sebagai suatu pemenuhan pelayanan dasar warga negara.
“Oleh karenanya, jenis pelayanan yang termuat dalam SPM bersifat mutlak dan individual serta belanja daerah pun diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar,” tegas Chaerul.
Selain itu, kesinambungan akan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan SPM yang diberikan oleh pemerintah daerah harus selalu ada setiap tahunnya yang tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah dan dokumen penganggarannya serta menjadi salah satu isu strategis daerah.
“Terjaminnya pemenuhan SPM merupakan salah satu indikator dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah setiap tahunnya sesuai dengan Permendagri Nomor 18 Tahun 2020 yang saat ini sedang mengalami proses revisi,” kata Chaerul.
Sebagai informasi, persentase capaian SPM merupakan salah satu indikator evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam hal memberikan layanan bidang Trantibumlinmas kepada masyarakat terkait urusan wajib pelayanan dasar.
Adapun capaian layanan untuk SPM Trantibumlinmas tahun 2023 di provinsi dan kabupaten/kota adalah sebagai berikut: 1) Layanan Ketentraman dan Ketertiban Umum Provinsi 87,13%; 2) Layanan Ketentraman dan Ketertiban Umum Kabupaten/kota 85,03%; 3) Layanan Informasi Rawan Bencana 82,44%; 4) Layanan Pencegahan dan Kesiap-siagaan terhadap bencana 82,99%; 5) Layanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana 84,41%; dan 6) Layanan penyelamatan dan evakuasi korban kebakaran 84,98%.
Chaerul berharap indikator SPM bidang Trantibumlinmas dapat dijadikan sebagai isu prioritas di dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, dan setiap program dan kegiatan serta penganggaran harus tercantum di dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
“Saya mengharapkan agar pertemuan pada hari ini dapat memberikan penguatan pemahaman bagi pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan empat tahapan penerapan SPM bidang Trantibumlinmas sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkas Chaerul.
Rapat koordinasi pusat dan daerah ini dilaksanakan secara hybrid dengan mengundang perwakilan dari Provinsi yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Aceh, Sumbar, NTT, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Gorontalo, Sulteng, Sulsel, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua, Papua Barat Daya dan Papua Pegunungan. Sedangkan Sekda Provinsi dan kabupaten/kota lainnya hadir secara daring.